Oleh: Siti Patokah S.Pd
Guru Kelas V di SD Negeri 2 Batulicin Irigasi
SEMUA dapat mengartikan orang yang bertangan dingin adalah orang yang selalu berhasil dalam setiap upayanya tanpa banyak bicara. Dengan kata lain, orang yang bertangan dingin senantiasa bekerja atau berkarya tanpa banyak cakap dan tanpa mempedulikan publikasi. Dia bekerja dan berkarya nyaris tanpa pretensi, kecuali mengharap ridho Allah. Guru yang bertangan dingin, dengan demikian adalah guru yang mengajar, mendidik, mengarahkan dan membimbing murid-murid sepenuh hati, tanpa mengharapkan imbalan dari murid dan tidak peduli dengan ada tidaknya pujian dan tepuk tangan orang lain atas keberhasilannya.
Adapun ciri-ciri guru yang bertangan dingin adalah memulai pembicaraan dengan salam, berbicara lemah lembut, bersikap benar dan baik, simpati dan empati, nasehat berhikmah, berlaku adil dalam bicara. Memberi salam adalah aktifitas ringan dan karena itu sering di anggap sepele. Bahkan dikalangan guru pun memberi salam dianggap aktifitas yang tidak penting, sehingga melalaikan perbuatan sunnah ini. Rasulullah SAW, menyuruh kita memberikan dan meluaskan salam. Maksudnya adalah agar tercipta kedamaian dan ketenangan. Guru yang mengucapkan salam sebelum dia mulai memberikan pelajaran berarti dia siap memberikan kedamaian dan ketenangan di hati murid-muridnya. Karena salam mempunyai kekuatan yang dahsyat, yang bisa mengubah benci menjadi cinta, dan keengganan bertemu menjadi rindu.
Dan ketika memberikan salam adalah bagian dari mencintai. Ketika suasana saling mencintai antara guru dan muridnya telah terbina, maka sesungguhnya guru telah menanamkan bibit-bibit kebaikan dan dia hanya menunggu keberhasilan para muridnya. Kalau murid-murid merasa damai serta tenang berjumpa atau berdekatan dengan guru mereka, maka ilmu dan pengetahuan yang disampaikan oleh guru akan mudah mereka serap. Guru yang bertangan dingin tidak akan pernah melewatkan memberi salam ketika masuk kelas, bertemu dengan murid, dan ketika dia meninggalkan kelas setelah mengajar.
Mendidik dan mengajar adalah aktifitas yang menggabungkan banyak kecerdasan. Oleh karena itu seorang guru tidak cukup hanya membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan yang menjadi bidang keahliannya saja. Dia juga harus membekali diri dengan kecerdasan lainnya, yaitu kecerdasan emosional, spiritual, dan sosial. Ini sangat beralasan karena guru menghadapi manusia yang mempunyai pikiran dan perasaan. Seorang guru yang lemah lembut dalam sikap dan tutur kata akan melahirkan murid-murid yang penyayang, cenderung pada kedamaian dan persahabatan. Tapi guru yang kasar dan emosional akan dijauhi, bahkan dibenci murid-muridnya. Sikap kasar guru akan mudah melukai hati murid. Murid jadi enggan datang ke sekolah dan menemui gurunya. Kalaupun dia datang ke sekolah, itu dilakukan dengan sangat terpaksa. Semangatnya kendur dan gairah untuk belajar menurun karena dibenaknya selalu terpampang wajah gurunya yang kasar dan keras.
Saat ini satu perkara yang menjadi perkara langka dan mahal adalah berkata benar dan baik. Padahal kita tahu bahwa berkata benar itu pembuka pintu surga karena pasti berasal dari sumber yang benar. Banyak celah dalam kehidupan kita saat ini yang membuat kita sulit sekali berkata benar dan baik. Guru-guru diharapakan berkata benar dan baik kepada para muridnya. Karena dengan begitu, para guru telah menanamkan pohon kebajikan yang buahnya adalah pahala yang tidak ada putusnya. Buah itu berasal dari sikap dan perilaku baik para murid yang mereka didik. Para murid yang senantiasa mendengarkan kata-kata yang benar dari guru mereka akan mengokohkan akidah atau keyakinan mereka kepada kebesaran Tuhan.
Kata-kata baik dari guru mereka akan terserap dan menjadi kekuatan yang mengubah niat baik menjadi perbuatan baik. Kata yang benar dan baik dari seorang guru mampu menjadi motivasi bagi para murid untuk melakukan hal yang sama dengan guru mereka. Nama sang guru akan terpatri dalam hati mereka sebagai teladan hidup dalam sikap dan tutur kata. Sebaliknya, guru yang berperangai buruk akan tergambar melalui tutur kata mereka yang buruk pula. Murid akan stress bila berhadapan dengan mereka. Tipe guru seperti ini akan ditinggalkan murid, dan tidak ada yang bisa di harapkan dari mereka, karena tidak ada kebenaran yang mereka sampaikan dan tidak ada kebaikan yang mereka contohkan.
Guru juga diharapkan memberikan simpatik kepada murid-muridnya. Simpatik adalah semacam penghargaan kepada para murid yang dapat membuat mereka termotivasi untuk bangkit dari keterpurukan. Disisi lain simpati juga bisa menjadi pemicu bagi para murid untuk meraih prestasi puncak atau mempertahankan prestasi yang telah mereka dapatkan. Simpati yang tulus dan datang dari kejernihan hati bisa berubah jadi empati. Simpati adalah merasa senasib sepenanggungan, atau ikut merasakan kedukaan atau kegembiraan orang lain. Sedangkan empati adalah uluran tangan seseorang yang merasa simpati. Guru yang simpati dan empati sesungguhnya sedang mengajarkan dan mencontohkan pelajaran kasih sayang dan cinta. Mata pelajaran ini selamanya akan dipakai oleh murid meskipun mereka sudah tidak lagi menempuh pendidikan formal disekolah atau kampus.***